2/09/2015

Mata

- Lelaki muda itu tersenyum lebar, tawanya mengerutkan sisi matanya dan melengkungkan garis manis dikedua ujung mulutnya. Menawan. Tapi tak kutemukan hidup dimatanya yang hitam kelam itu. Suara tawanya merdu dan renyah bagai angin sore, namun matanya gelap bagai langit tua diujung tahun. Seakan menyimpan berjuta hal yang berusaha ditutupi dengan tinta hitam, hitam yang tak ada yang tahu apa artinya.

- Wanita mungil itu menatapku, melemparkan senyuman konyol penuh arti, lalu kemudian berpaling menghadap kearah para penonton setianya sambil sesekali mengadu bulu matanya dalam kedipan dalam yang menggoda. Dia terkenal akan atraksinya, atraksi memainkan hati para penonton setianya. Bagai setiap kata yag terlontar dari bibirnya mengandung jejampian yang ampuh membuat lawannya terlena. Dan di matanya, tercermin kilap api ambisi, ambisi akan citanya, akan impinya. Kedua bola mata itu bergerak kanan-kiri lincah, mengisyaratkan sarat dominasi dalam interaksi yang membuat lawan tatapnya terasuk sampai hati.

- Lelaki cerdas, bermata cerdas dan bermulut cerdas. Matanya berkilap terang, melukiskan intelegensinya. Lelaki muda ini memiliki kualitas tinggi, namun sayang arus keengganan menarik jauh logikanya. Meredam ilmu tingginya, menggulung dan menghempas tubuhnya ke sebuah dasar yang menurutku dia tak layak berada disana. Namun pemuda itu cerdas, sangat cerdas. Seterpuruk apapun dia pernah berada, manusia lain pun pasti yakin dia kelak ditempatnya yang seharusnya. Namun dimana pun dia berada, kilap cerdasnya tak penah padam.

- Wanita muda bersorot mata tajam, setajam itu pula lidahnya. Dia cerdas, namun suka merendah dan merendahkan. Terkadang kukasihan, kata-kata tajamnya yang termuntah tanpa fikir panjang sering menjadi bumerang baginya. Kesusahan sendiri, sakit sendiri. Tapi menurutku adalah sebuah keharusan untuk insan menjaga lisannya masing-masing. Matanya, memancarkan keluasan ilmu namun kesempitan pengendalian diri. Matanya, menginginkan sentuhan kasih, kasih dari orang yang dia kasihi dan ingin dia kasihi. Andai dia tahu, lidahnya lah yang tidak menguntungkannya. Dia orang baik, baik sekali malah. Kenapa ku tahu? Karena selihai apapun lidah berdansa, mata manusia tetaplah memantulkan isi jiwa.

- Lelaki pemalu yang selalu bergerak secara canggung. Senyum sunyinya tak bisa ditebak maknanya. Ku tak pernah benar-benar bisa melihat matanya secara langsung, dia selalu membuang pandang, pandang yang dikuasai oleh rasa malu. Namun dia tak pernah absen melempar senyum ramah dan manis kepada siapa saja. Dan satu masa datang, kulihat matanya benar-benar saat kami saling bertukar pandang. Kedua pasang bola mata cokelat tua yang teduh dan ramah menatapku lekat selama beberapa detik namun berhasil membuatku merubah tanya menjadi titik. Mata itu mata yang langka, mata yang jarang kan kau temui selama hidupmu. Ketulusan yang memabukan dan kebaikan yang terpenuhi ikhlas, terpancar jelas dari mata itu. Indah. Indah sekali. Mata itu, menjalarkan hangat ditubuh orang yang menatapnya. Mata itu, seperti mata kakekmu, yang menatapmu penuh kasih saat dia asik bercerita bagaimana ketika dia masih muda. Mata itu, memancing rasa penasaran. Mata itu, membuatmu mendadak rindu akan rumah. Mata itu, jendela terbuka untukmu mengintip jiwanya. Mata itu, membuatku jatuh hati.

2/04/2015

hey

Dear my lonesome blog, nanti saya update sesuatu, nanti kalau ada waktu.




Bye!