10/25/2014

Review Buku : Gelombang

Gumam di hati : "Ah dasar... bilangnya dulu mau konsisten ngisi blog eh tapi ternyata terakhir kali  ngepost itu bulan Agustus, tepat ulang tahun Indonesia. Ngerasa... gak produktif lo Rin."

Okay lupakan, basa-basi busuk diatas. Di post kali ini saya cuma mau review satu buku, buku yang saya tunggu-tunggu banget kehadirannya semenjak bertahun lalu tepatnya setelah selesai membaca buku terakhir dari seriesnya yaitu : Gelombang oleh Dewi Lestari. #jrengjreng

Belum sampai seminggu umurnya tapi udah kucel,
ketauan deh w joyokk :'>

Sebagai seorang fan, Gelombang bak anak seorang raja nan agung yang dinanti-nanti kelahirannya dan diharapkan kelak bakal sehebat bahkan lebih hebat daripada pendahulunya.
Waktu Ibu Suri a.k.a Dee a.k.a Dewi Lestari mulai ngasih #kode tentang pembuatan Gelombang di instagram beliau sekitaran setahun lalu, saya excited bukan main. Menebak-nebak dan bertanya-tanya siang-malam (agak lebay) tentang buku lanjutan seri Supernova ini. Spoiler-spoiler dari feed instagram beliau membuat saya makin bernafsu menebak-nebak tentang apakah si Gelombang ini, apakah tentang telepati, lucid dreaming, anak indigo, manusia anti-gravitasi, pengendali air ataukah tentang benda-benda kimiawi yang sedap diemut #eh
Sampai akhirnya Gelombang resmi lahir dan bisa diraih di toko buku terdekat pada 17 Oktober 2014. Saat itu saya sedang bervakansi di luar kota dan memang rencananya akan membaca setelah pulang kerumah agar makin berasa kualiti time bersama "dedek baru" ini.
Dan dalam waktu kurang dari 48 jam selesai saya lahap dia sampai habis, berusaha menyerap sebaik mungkin dan akhirnya memutuskan untuk menulis sebuah review.
Yok, mulai!

(note : Ini sinopsis apalagi spoiler. Ini murni opini pribadi seorang Karina. Mau tau ceritanya? Beli dan baca sendiri!)

Buku ini pada dasarnya adalah kehidupan misterius penuh tanda tanya dari tokoh utama, Alfa yang merupakan hasil re-branding dari seorang Ichon. Dan sedikit cerita lama yang tak kunjung usai yaitu kisah Gio yang masih berusaha mencari Diva.
Nah balik ke kisah utama. Karakter Alfa, si cowok Batak yang digambarkan sebagai hotstuff from East, menurut saya entah mengapa perjalan hidupnya nampak terlalu mudah dan lempeng-lempeng saja, tidak se-struggle para pratagonis dari buku-buku sebelumnya. Namun bukan berarti saya jadi pesimis saat bacanya, cerita hidup beliau yang rada nyentrik dan misterius itu yang membuat bertanya-tanya dan gak rela untuk melepas buku itu dari bawah hidung saya.
Kehadiran Si Jaga Portibi sebagai penjaga Alfa dan hubungannya dengan kekuatan tersembunyi yang dimilikinya membuat saya berfikir keras sampai dan membuka laci memori tentang empat buku pendahulu, apakah pernah disebut-sebut, apakah pernah disinggung-singgung sebelumnya.
Dan sampailah saya dipertengahan buku, saat Alfa hijrah ke Jakarta lalu Amerika, di momen itu bisa saya bilang agak menjemukan dan terulur terlalu panjang sehingga saya sempat merasa sedikit ummm... bosan. Tapi, tapi, tapi gak lama kemudian muncul sosok mbak-mbak urban, nampak mapan dan seksi bernama Ishtar muncul dan membawa cinta, nestapa dan tanda tanya besar kepada hidup Alfa dan juga para pembaca. Dan disinilah grafik semangat membaca langsung naik drastis. Cerita pun makin fokus ketujuan dan beberapa karakter baru yang cukup kuat  dan punya peran besar muncul (karena ada banyak karakter kurang penting yang cuma bikin plotnya semakin gemuk dan rada bertele-tele) dan menemani Alfa memecah teka-teki besar tentang masalahnya dan dirinya sendiri.
Benarlah akhirnya, ujung-ujung saya pun terpaksa mengingat kembali apa yang terjadi dari buku-buku terdahulu, yaitu buku pertama dan kedua. Karena mereka disebut-sebut disana, karena katanya mereka memang terhubung satu sama lain (yaiyalah.. makanya jadi series). Sampai saya tiba disatu titik, nyaris diujung buku, dimana terpampang semua penjelasan akan masalah si Alfa, siapa dia, mengapa dia begitu, apa itu yang itu, lalu apa hubungannya sama yang itu, pokoklah itulah. (#gakmauspoiler #pelit #makanyabaca).
Di part penghujung, anda harus siap untuk berusaha memahami 3 peran dan perkerjaan dari peran itu masing-masing. Belum lagi tentang penjelasan akan peran si Alfa akan sebuah "dunia" namun bukan dunia, yang terlalu... dibuat rumit dengan terlalu... terlalu... entahlah seperti berusaha dibuat se-misterius dan se-gak bisa ditebak mungkin oleh pembaca.
Mungkin plot dari buku ini memang mengikuti tema judulnya, Gelombang, sesuatu yang merambat, bergerak dang mengalir. Namun sayangnya aliran plotnya malah bisa dibilang terlalu lemah, terlalu lemah untuk mengiringi si karakter yang seharusnya semakin lama semakin menguat. Belum lagi beberapa hal yang bisa dibilang terlalu ajaib seperti hidup bertahun-tahun secara ilegal (dan sebagai pelajar!!!) di US yang rada bikin pembaca pasti nyinyir atau atleast membatin "Yakaliiiii!" Dan karakter-karakter kanan-kiri yang terlalu banyak... aduh serius deh... kayak kehadirannya itu kalau ditiadakan pun kayaknya gak ngaruh deh.
Kalau saya bandingkan dengan pendahulunya yang maha agung (dan favorite w beud!), Partikel. Gelombang bisa saya analogikan dengan topik yang lagi hot belakangan ; Pilkada langsung ditiadakan, yang menjadi isu besar karena menunjukan kemunduran demokrasi negeri, nah seperti itulah... Gak tega ke Ibu Suri, tapi kudu jujur soalnya saya gak mau Inteligensi Embun Pagi kelak mengecewakan seperti ini :"(

Tapi, bukan artinya Gelombang adalah produk gagal, it's still awesme and worth to read!
Mungkin kalau kamu seorang penggemar berat (benar-benar berat) karya Dee terutama Supernova series kamu pasti faham "rasa" itu, hiks.
Mungkin karena waktu pengerjaan yang tak menahun sehingga yah terlihat rada sketchy overall. Yah mungkin...

Tetapi rasa salut dan bangga saya kepada sosok penulis, Mbak Dewi Lestari, dengan waktu yang bisa dibilang lumayan singkat, beliau mampu mengolah semua sumber dan sistem dengan efisien untuk menghasilkan Gelombang. Setahun men! Setahun! Setahun dan bisa memproduksi sebuah buku plus research sana-sini itu pastilah gak gampang. Dan kedewasaan gaya tulisan beliau yang semakin lama semakin mantap bisa diacungi jempol.

Overall, Gelombang memanglah bagus dan apik, namun tak cukup apik untuk memuaskan nafsu para fans yang sudah menunggu dan menaruh harapan tinggi.
Terlalu banyak yang menggantung, terlalu banyak tanda tanya. Tergantung kamu saja sebagaimana kamu meresapi ini semua, toh setiap orang lagi-lagi punya sudut pandang unik dan
berbeda. Mungkin beberapa orang sudah puas akan penantian mereka, sayang saya gak mudah puas :')

Bagi saya ini bukanlah hal serius yang dapat membuat saya terus bertanya-tanya, menerka-nerka. Gelombang untuk saya mungkin lebih cocok dijadikan teman duduk santai sore sambil minum kopi ketimbang jadi bahan diskusi.


Salam hangat.