Bagaimana saya bisa lupa kali pertama saya menginjakkan kaki di kota kecil itu. Kala itu saya masih berumur 7 tahun dan masih berdomisili di Pontianak, Kalimantan Barat. Waktu itu, kali pertama orangtua saya membawa saya dan adik saya ke tanah kelahiran Papa saya di Sulawesi Selatan buat merayakan lebaran.
Sayang sekarang saya dan keluarga udah gak berdomisili di kota mungil ini, so saya gak ada chance buat berkunjung kesana lagi kecuali emang "niat" banget. Kalau kangen sama Tanjung Selor untuk merealisasikan pergi kesana aja udah agak mustahil (jauh men, jauh) jadi kalau kangen saya simpen aja dalem hati tapi khusus buat kota Balikpapan kalau udah kangen banget hati rasanya kayak diperes-peres, diiris-iris terus ditumpahin air jeruk nipis, pedih shayyyy :")
Dan sekarang, saya officially super rindu banget dengan kota bermaskot super unyu ; beruang madu.
Yah tau deh jalur penerbangan transportasi udara di Indonesia belum terlalu luas jangkauannya pada tahun segitu, dikit-dikit mesti transit dulu karena belum tersedia penerbangan langsung. Jadilah dari Pontianak ke Makassar kami harus transit dulu di Balikpapan, Kalimantan Timur. Pada saat itu juga jadwal penerbangan tidak sefleksibel sekarang, mau gak mau kami harus terpaksa harus menginap di kota Balikpapan dan melanjutkan perjalanan ke Makassar keesokan harinya.
Pertama kali sampai di Balikapan, saya inget banget saya suka sekali bagian langit-langit atapnya yang penuh ukiran kayu dan lampu gantung yang besar-besar seperti di bandara Soekarno Hatta. Kami menginap disebuah hotel di pusat kota, kamar saya berada di lantai yang cukup tinggi jadi bisa melihat pemandangan jalanan dari jendela kamar. Saya inget sekali didepan jendela hotel saya itu mall, terus dibelakang mall-nya laut lepas. Cantik sekali. Malamnya saya laper sekali tapi saya merengek gamau makan makanan hotel. Akhirnya Mama saya membawa saya keluar hotel, berjalan sedikit dan ternyata tepat disebelah hotel itu KFC, sumringah lah saya. Besok paginya kami sudah berangkat kembali ke airport menuju tujuan sebenarnya, Makassar. Saya sedih meninggalkan langit-langit atap penuh ukiran di airport itu dan bau asin air lautnya.
- - -
2005
Setelah pindah dari Kalimantan Barat dan menetap setahun di Bogor, Papa saya dimutasi ke Balikpapan. Saya yang kala itu baru lulus SD dan bakal calon jadi anak SMP merasa gelisah karena bakal pindah lagi ke tempat baru.
Dan akhirnya, saya kembali ke Balikpapan. Kota kecil yang dulu sempat mencuri hati saya dengan bau asin lautnya. Saya melanjutkan studi di SMPN 7 Balikpapan, sekolah SMP serba sederhana dengan kontur sekolah yang unik ; berbukit-bukit, menanjak disana-sini, tangga dimana-mana. Itulah SMP yang paling dekat dengan rumah saya kala itu di asrama polisi yang bagian belakangnya pantai.
- - -
2006 - 2007
Papa saya dimutasi ke kota kecil di bagian utara Kalimantan Timur, kota kecil ini terletak do Kabupaten Bulungan. Saya cari di peta yang tergantung di ruang kelas, tidak ada. Saya buka atlas saya halaman provinsi Kalimantan Timur, tidak ada. Saya panik, takut dan malas kalau memang harus masuk hutan lagi. Dan benar bisa 2 tahun kala itu saya 'masuk hutan', meninggalkan peradaban. Tanjung Selor nama kotanya, pusat kotanya terletak di sepanjang Sungai Kayan. Kotanya super duper mungil dan sederhana dan apa-adanya. 2 tahun saya tinggal disana, bagai bertapa karena buta akan dunia luar, hidup nyaman dikelilingi teman-teman tipikal anak daerah yang sangat kekeluargaan dab bahagia walaupun ketinggalan jauh dalam segala hal.
- - -
2007 - 2011
Kembali ke Balikpapan, meski Papa sempat di pindahkan lagi ke ibukota Kalimantan Timur yaitu Samarinda tapi orangtua saya memutuskan kalau anak-anaknya lebih baik ditinggal saja di Balikpapan dengan alasan kwalitas pendidikan yang lebih baik dan jarak tempuh Samarinda - Balikpapan yang masih rasional untuk bolak-balik seminggu 2 kali.
Akhirnya saya lulus SMP dan bersiap bertarung ke jenjang berikutnya, masuklah saya me SMAN 1 Balikpapan a.k.a Smansa Balikpapan. Sekolah yang idaman dan juara piala adiwiyata. 3 tahun masa SMA saya adalah 3 tahun terbaik selama hidup saya. Dan selama 3 tahun itu juga saya jatuh cinta terlalu dalam kepada kota Balikpapan. Bukan cuma udara asin lautnya atau ukiran di atap bandaranya, tapi juga manusia-manusianya, jalannya, makanannya, pasar-pasarnya, bahasa slangnya, ikan bakarnya, tata kotanya dan lainnya.
Balikpapan bukan hutan doang, sob.
Kota yang memajang disepanjang bibir pantai.
Lampion-lampion iconic di jalanan depan komplek rumah.
Nungguin sunset sambil keliling-keliling nyari angin.
Jalan-jalan sore didekat Lapangan Merdeka, memburu salome. (salome : bola-bola tepung seukuran bakso kecil kalau di jawa biasanya disebut pentol)
Almamater terketje, Smansa Balikpapan.
Sayang sekarang saya dan keluarga udah gak berdomisili di kota mungil ini, so saya gak ada chance buat berkunjung kesana lagi kecuali emang "niat" banget. Kalau kangen sama Tanjung Selor untuk merealisasikan pergi kesana aja udah agak mustahil (jauh men, jauh) jadi kalau kangen saya simpen aja dalem hati tapi khusus buat kota Balikpapan kalau udah kangen banget hati rasanya kayak diperes-peres, diiris-iris terus ditumpahin air jeruk nipis, pedih shayyyy :")
Dan sekarang, saya officially super rindu banget dengan kota bermaskot super unyu ; beruang madu.